Entri Populer

Jumat, 17 Desember 2010

laporan kultur jaringan

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Teori Dasar
Sambung nyawa (Gynura Procumbens Back) merupakan tanaman herba, berdaging. Batang memanjat, rebah, atau merayap, bersegi, gundul, berdaging, hijau keunguan, menahun. Daun berbentuk helaian daun, bentuk bulat telur, bulat telur memanjang, bulat memanjang, ukuran panjang 3,5 – 12,5 cm, lebar 1- 5,5 cm, ujung tumpul, runcing, meruncing pendek, pangkal membulat atau rompang. Tepi daun rata, bergelombang atau agak bergigi. Tangkai daun 0,5 cm sampai 1,5 cm. Permukaan daun kedua sisi gundul atau berambut halus. Perbungaan dengan susunan bunga majemuk cawan, 2- 7 cawan tersusun dalam susunan malai (panicula) sampai malai rata (corymb), setiap cawan mendukung 20-35 bunga, ukuran panjang 1,5- 2 cm, lebar 5-6 mm.
Tangkai karangan dan tangkai bunga gundul atau berambut pendek, tangkai karangan 0,5- 0,7 cm. Brachtea involucralis dalam berbentuk garis berujung runcing atau tumpul, panjang 0,3 – 1 cm. Lebar 0,6 – 1,7 cm, gundul, ujung berwama hijau atau coklat kemerahan. Mahkota merupakan tipe tabung, panjang 1 – 1,5 cm, jingga kuningan atau jingga. Benang sari berbentuk jarum, kuning, kepala sari berlekatan menjadi satu. Buah berbentuk garis, panjang 4 – 5 mm, coklat. Daun mempunyai susunan dan fragmen yang sesuai dengan sifat anatomi keluarga tumbuhan bunga matahari (Asteraccae = Compositae).
Waktu berbunga Januari – Desember. Di Jawa perbungaan jarang ditemukan. Tumbuhan ini banyak ditemukan di Jawa pada ketinggian 1 – 1200 m dpl, terutama tumbuh dengan baik pada ketinggian 500 m dpl. Banyak ditemukan tumbuh di selokan, semak belukar, hutan terang, dan padang rumput .
Daun sambung nyawa dalam praktikum kali ini digunakan sebagai organ bagian tanaman yang dijadikan eksplan. Daun sambung nyawa yang digunakan merupakan daun muda. Eksplan merupakan bagian tanaman (dapat berupa sel, jaringan atau organ) yang digunakan sebagai bahan inokulum awal yang ditanam dalam media kultur in vitro. Bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan sebaiknya merupakan bagian yang mempunyai sel aktif membelah, berasal dari tanaman induk yang sehat dan berkualitas tinggi. Meskipun pada prinsipnya semua sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya eksplan dipilih dari bagian tanaman yang masih muda, yaitu daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji atau tunas.
Eksplan daun mempunyai kemampuan tumbuhan lebih cepat dibandingkan eksplan batang utama, cabang batang, atau tangkai bunga. Dengan perlakuan
1.2. Pengertian kultur jarimgan
            Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril (Anonim, 2006).
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional (Anonim, 2010).
Ada dua penggolongan media tumbuh: media padat dan media cair. Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar, dimana nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan. Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda komposisinya. Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro. Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur hara makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman (Hameed, 2006).
Nutrien yang tersedia di media berguna untuk metabolisme, dan vitamin pada media dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah sedikit untuk regulasi. Pada media MS, tidak terdapat zat pengatur tumbuh (ZPT) oleh karena itu ZPT ditambahkan pada media (eksogen). ZPT atau hormon tumbuhan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Interaksi dan keseimbangan antara ZPT yang diberikan dalam media (eksogen) dan yang diproduksi oleh sel secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur (Hameed, 2006).
Penambahan hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh pada jaringan parenkim dapat mengembalikan jaringan ini menjadi meristematik kembali dan berkembang menjadi jaringan adventif tempat pucuk, tunas, akar maupun daun pada lokasi yang tidak semestinya. Proses ini dikenal dengan peristiwa dediferensiasi. Dediferensiasi ditandai dengan peningkatan aktivitas pembelahan, pembesaran sel, dan perkembangan jaringan (Hameed, 2006).
1.3. Teknik kultur jaringan :
§  Teknik kultur jaringan sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan jaringan tanaman yang sering disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam medium pada atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril. dengan cara demikian sebaian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami proliferasi dan membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk dipindahkan kedlam medium diferensiasi yang cocok, maka akan terbentuk tanaman kecil yang lengkap dan disebut planlet. Dengan teknik kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang dapat menjadi planlet dalam jumlah yang besar.
§  Pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman ini berdasarkan teori sel sperti yang dikemukakan oleh Schleiden, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi.
Totipotensi adalah kemampuan setiap sel, darimana saja sel tersebut diambil, apabila diletakkan dilingkungan yangsesuai akan tumbuh menjadi tanaman yang sempurna.Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik (Gunawan, 1990).
1.4. Syarat-syarat yang Diperlukan :
·         Pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukkan kalus
·         Penggunaan medium yang cocok
·         Keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair. Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem, seperti: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya. Bila menggunakan embrio bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan, yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperatur dan dormansi (Gunawan, 1995).
1.5. Keuntungan  Pemamfaatan Kultur Jaringan
·         Pengadaan bibit tidak tergantung musim
·         Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat  (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)
·         Bibit yang dihasilkan seragam
·         Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)
·         Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah
·         Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan  lainnya
·         Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki
·         Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa (Gunawan, 1995).

1.6.Kekurangan Pemamfaatan Kultur Jaringan
·         Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit.
·         Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium  khusus), peralatan dan perlengkapan.
·         Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan
·         Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh (Gunawan, 1995).
1.7.Organisasi Dalam Laboratorium Kultur Jaringan 
Di setiap laboratorium dimana teknik kultur jaringan digunakan harus mempunyai sejumlah fasilitas yang mencakup al.:
- Ruang pencucian
- Ruang persiapan media, sterilisasi dan penyimpanan
- Ruang transfer aseptik
- Ruang kultur atau inkubator yang lingkungannya terkontrol
- Ruang pengamatan dan koleksi data Diagram laboratorium kultur jaringan (Hameed, 2006).
A. Ruang Pencucian 
Ruang pencucian harus mempunyai bak cuci, meja kerja yang terbuat dari bahan yang tahan terhadap asam dan basa, rak pengering dan mempunyai saluran untuk air demineralisasi atau destilasi, ruang untuk tempat oven pengering, alat/mesin pencuci dan pengering, serta rak atau lemari penyimpanan alat (Hameed, 2006).
B. Ruang Persiapan Media 
Di dalam ruang persiapan media harus tersedia tempat untuk penyimpanan bahan-bahan kimia, gelas kultur dan penutupnya, dan peralatan gelas yang diperlukan untuk pembuatan media. Meja yang kokoh atau ”bench” untuk penyimpanan ”hot plate magnetic stirrer”, pH meter, timbangan, dan dispenser harus tersedia. Peralatan lain yang biasanya ada di ruang persiapan dan pembuatan media antara lain alat vaccum, distiling unit, bunsen, refrigerator (kulkas) dan freezer untuk penyimpanan larutan stok dan bahan kimia, mikrowave, kompor gas, oven dan autoclave untuk sterilisasi mdia, peralatan gelas dan peralatan lain. Didalam pembuatan media kultur, bahan-bahan kimia yang digunakan harus yang bertaraf analitik dan penimbangannya harus baik dan benar. Agar lebih akurat, dalam pembuatan media harus dilakukan tahap demi tahap dan bahan-bahan yang digunakan harus di ”checklist”. Air yang digunakan dalam pembuatan media harus berkualitas tinggi yang mempunyai tingkat kemurnian yang tinggi. Air ledeng atau sumur tidak digunakan untuk pembuatan media karena mengandung kation-kation (amonium, kalsium, besi, magnesium natrium, dll.), anion-anion (bikarbonat, klorida, flourida, fosfat, dll.), mikroorganisme (algae, jamur, bakteri), gas-gas (oksigen, CO2, nitrogen) dan bahan-bahan lain (minyak, bahan organik dll.). Air yang digunakan dalam kultur jaringan harus mempunyai standar type II (minimum) yaitu bebas pirogen, gas, dan bahan organik dan mempunyai konduktivitas elektrik kurang dari 1.0 µmho/cm. gambar Metoda yang paling umum untuk pemurnian air standar type II adalah dengan deionosasi yang diikuti dengan satu atau dua destilasi gelas. Deionisasi menghilangkan dari bahan yang bersifat ionik dan proses destilasi menghilangkan molekul-molekul organik, mikroorganisme dan pirogen. Metode-metode lain yang dapat digunakan untuk mendapatkan air murni type II adalah
(1) penyaringan dengan cara absorpsi, dengan menggunakan karbon aktif untuk menghilangkan kontaminan organik dan bebas klorine;
(2) penyaringan dengan membran, yang menghilangkan bahan-bahan partikulat dan kontaminasi oleh bakteri; dan
(3) reverse osmosis, yang menghilangkan sekitar 99% bakteri, bahan organik dan bahan partikulat (Wetherall, 1982).
C. Ruang Transfer 
Teknik kultur jaringan dapat berlangsung dengan sukses apabila dilakukan dibawah kondisi laboratorium yang sangat bersih. Oleh karena itu pemindahan atau transfer biakan dikerjakan dalam ruang transfer steril atau laminar air flow. Laminar air flow yang digunakan dalam kultur jaringan tanaman adalah tipe horizontal dan dirancang dengan mempunyai ruangan yang bebas dari partikel debu yang halus dan dilengkapi dengan sinar ultra violet (UV) serta unit penyaring udara. Penyaring udara harus mempunyai filter udara dengan efisiensi tinggi atau ”high-efficiency particulate air (HEPA filter). HEPA filter harus mempunyai pori sekitar 0.3 µm dengan efisiensi kerja berkisar 99.97 – 99.99%. Semua permukaan ruang kerja dalam laminar harus dirancang dan mempunyai konstruksi sedemikian rupa sehingga debu dan mikroorganisme tidak dapat berakumulasi dan permukaan tempat kerja dapat mudah dibersihkan dan diidisinfeksi (Wetherall, 1982).
D. Ruang Kultur 
Semua jenis kultur harus disimpan dalam tempat yang terkontrol baik temperatur, sirkulasi udara, kelmbaban maupun kualitas dan lamanya cahaya. Faktor-faktor lingkungan tersebut akan mempengaruhi proses pertumbuhan dan diferensiasi biakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kultur protoplas, suspensi sel dan kultur anther adalah yang paling sensitif terhadap kondisi lingkungan. Suhu ruang kultur untuk pertumbuhan umumnya berkisar antara 15o – 30oC, dengan fluktuasi kurang dari ±0.5oC; akan tetapi kisaran suhu yang lebih besar mungkin diperlukan untuk tujuan percobaan. Ruang kultur harus mempunyai pencahayaan hingga 10.000 lux. Suhu dan cahaya harus dapat diprogram selama 24 jam. Ventilasi udara harus baik dengan kelembaban berkisar 20-98%. Pembagian ruang kultur jaringan terbagi menjadi 3, yaitu :
1. Ruang Tidak Steril
·         Ruang Tamu.
Dalam laborsatorium kultur jaringan sebaiknya di lengkapi dengan ruang tamu, karena biasanya laboratorium kultur jaringan selalu di datangi tamu baik tamu yang ingin melihat sarana dan suasana laboratorium maupun tamu ingin membeli hasil biakan kultur jaringan
·         Ruang Administrasi
Segala surat-menyurat tentang pembelian alat-alatlboratorium, pembelian media kultur jringan, penjualan bibit-bibit hasil biakan kultur jaringan, dan transaksi-transaksi ataupun perjanjian-perjanjian kerja sama tentang penelitian dilaksanakan di dalam ruangan administrasi.
·         Ruang Staf
Laboratorium kultur jaringan membutuhkan staf peneliti dalam jumlah banyak, tujuannya adalah agar dapat di adakan pembagian kerja sesuai dengan spesialisasinya masing-masing. Di dalam ruang staf ini dapat pula di lakasanakan diskusi antar staf pada waktu berkumpul bersama.
·         Kamar Mandi dan WC
Ruang kultur jaringan harus dalam suasana bersih untuk menghindari kontaminasi oleh mikroba. Bila pekerja akan memasuki ruangan penabur atau ruang inkubator, tubuh dan pakaiannya harus bersih, tidak berkeringat dan tidak berdebu. Untuk inilah kamar mandi dan wc perlu diadakan.
·         Ruang Ganti Pakaian
Untuk menghindari timbulnya kontaminasi oleh mikroba, maka para karyawan di dalam laboratorium kultur jaringan perlu memakai pakaian yang bersih, dalam arti baru di cuci. Oleh karena itu dalam ruangan kultur jaringan perlu di adakan ruang ganti pakaian.
·         Ruang Tempat Penyimpanan Bahan Kimia dan Alat-alat dari Gelas
Komponen bahan kimia penyusun media kultur jaringan sangat banyak macamnya. Oleh karena itu, penyimpanannya memerlukan pengaturn yang khusus supaya mudah mecarinya. Penyimpanan yang tidak teratur akan mempelambat dalam pekerjaan, misalnya dalam mencari salah sau komponen media saja membutuhkan waktu yang lama.
Bahan kimia yang mahal harganya seperti hormon tumbuh dan enzim untuk isolasi protoplas harus disimpan dalam ruangan yang sejuk.
Alat-alat dari gelas seperti erlenmeyer, gelas ukur sdan alat gelas lainnya perlu disimpan dalam almari tersendiri.
·         Ruang Preparasi
Di dalam ruangan ini disediakan peralatan dan tempat untuk mencuci alat-alat laboratorium yang akan digunakan. Peralatan yang ada antara lain keranjang-keranjang plastik untuk tempat peralatan yang baru dicuci.
·         Ruang Penimbangan dan Sterilisasi
Bermacam-macam media kultur jaringan dijual dalam bentuk kemasan dengan harga yang relatif mahal. Oleh karena itu, staf labolatorium lebih senang meramu sendiri medum tanam yang dibutuhkannya.dengan demikian dibutuhkan lat untuk menimbang semua komponen bahan kimia tersebut. Misalnya menimbang bahan kimia makro dan mikro.
2. Ruang Tidak Mutlak Steril
·         Ruang Planlet
Ruangan ini menggunakan alat pendingi (AC), maka temperatur ruangan dapat mencapai sekitar 25OC sehingga ideal bagi pertumbuhan planlet. Botol-botol yang berisi planlet jumlahnya dapat mencapai ratusan. Oleh sebab itu, dalam ruangan ini perlu disediakan rak-rak alumuniaum yang dasrnya berlobang-lobang untuk meletakkan botol-botol tersebut secara teratur dan rapi.
·         Ruang Inkubator
Eksplan yang sudah ditanam dalam media kultur jringan perlu dipantau pertumbuhannya setiap hari. Untuk pemantauan ini perlu ruangan khusus yang keadaannya lebih steril dari ruang planlet, yaitu ruang inkubator.
Ruang inkubator harus memiliki suhu kurang lebih 25OC dan harus dilengkapi dengan lampu-lampu neon, karena eksplan yang ditumbuhkan dalam ruangan inkubasi membutuhkan temperatru dan cahaya yang dapat diatur dan disesuaikan dengan jenis eksplannya.
·         Ruang Shaker dsn Enkas
Eksplan yang baru ditanam dan diinkubasikan dalam ruang inkubator akan menghasilkan kalus. Bila kalus ini cukup umur, maka dapat diperlukan suspensi sel, yaitu menumbuhkan suatu eksplan atau kalus dengan menggunakan media cair (media yang tidak menggunakan zat pemadat atau agar), kemudian digojok di atas shaker.
Hasil pertumbuhan kalus ini adalah berupa protokormus atau dalam istilah asing disebut plb (protocorm like bodies). Bentuk protocormus adalah bulat-bulat padat dan berwarna hijau. Bila keadaan protocormus sudah keadaan demikian maka sudah siap dipindahkan kedalam media padat untuk di tumbuhkan menjadi planlet.
Enkas juga sering di letakkan dalam satu ruang dengan shaker, kegunaan enkas ini sama dengan Laminar Air Flow Cabinet, yaitu untuk menabur eksplan.
3. Ruang Mutlak Steril
·         Ruang Penabur
Ruang penabur biasanya di buat dengan ukuran yang tidak terlalu besar, yaitu 2x3 m2. tujuannya adalah agar pelaksanaan sterilisasi ruangannya tidak membutuhkan waktu yang lama dan tidak mengalami kesulitan.
Dinding ruang penabur dilengkapi dengan porselin, sehingga sterilisasi mudah dilakukan. Sterilisasi ruangan dilakukan dengan cara menyemprotkan alkohol 96% dengan hand-sprayer. Sedangkan sterilisasi lantai dengan menggunakan kain pel yang dibasahi alkohol 96%. Sterilisasi ini mutlak harus dilakukan menjelang ruang penabur akan digunakan.
Bila saat calon penabur akan memasuki ruangan, lampu ultra violet harus dimatkan terlebih dahulu kemudian menyalakan lampu neon biasa dan calon penabur diperbolehkan memasuki ruangan tersebut. Sebaiknya, pada saat akan keluar lampu neon di matikan dan setelah keluar menutup daun pintu kembali lampu ultra violet dinyalakan. Dengan demikian steril ruangan dapat dijamin (Wetherall, 1982).
1.7. Alat-alat Laboratorium Kultur Jaringan
A. Laminar Air Flow Cabinet (LAFC)
Alat ini letaknya diruang penabur, yaitu ruang yang selalu harus dalam keadaan steril. alat ini digunakan sebagai tahap perlakuan penanaman.
B. Entkas
Merupakan bentuk lama dari alat penabur (LAFC), maka fungsinya pun sama seperti (LAFC).
           
C. Shaker (penggojok)
Merupakan alat penggojok yang putarannya dapat diatur menurut kemauan kita. Penggojok ini dapat digunakan untuk keperluan menumbuhkan kalus pada eksplan anggrek atau untuk membentuk protokormusatau sering disebut plb (protocorm like bodies) dari kalus bermacam jaringan tanaman.
D. Autoklaf
Autoklaf adalah alat sterilisasi untuk alat dan medium kultur jarinang tanaman.
                                   
E. Timbangan Analitik
Jenis alat ini bermacam-macam, tetapi yang penting adalah timbanagn yaang dapat dipergunakan untuk menimbang sampai satuan yang sangat keil. Alat ini berfungsi sebagai alat untuk menimbang bahan-bahan kimia yang digunakan untuk kultur jaringan.
                                   
F. Stirer
Alat ini berfungsi untuk menggojok dengan pemanas. Dengan menggunakan listrik, alat ini berfungsi sebagai kompor disamping sebagai penggojok.
G. Erlenmeyer
Alat ini digunakan dalama kultur jaringan tanaman sebagai sarana mmenuangkan air suling maupun untuk tempat media dan penanaman eeksplan.
H. Gelas Ukur
Gelas ukur digunakan untuk menakar air suling dan bahan kimia yang akan digunakan.
I. Gelas Piala
Alat ini digunakan untuk menuangkan atau mempersiapkan bahan kimia dan air suling dalam pembuatan medium.
J. Petridish
Alat ini merupakan semacam jenis gelas piala yang mutlak dibutuhkan dalam kultur jaringan.
K. Pinset dan Scalpel
Pinset digunakan untuk memegang atau mengambil irisan eksplan atau untuk menanam eksplan
L. Lampu Spiritus
Digunakan untuk sterilisasi dissecting kit (skalpel dan pinset) di dalam laminar air flow cabinet atau di dalam enkas pada kita mengerjakan penanaman atau sub-culture.
M. Tabung Reaksi
Alat ini digunakan pada saat mengerjakan isolasi protoplas dan isiolasi khloroplas.
1.8.Peralatan dan Bahan Dasar Dalam Laboratorium Kultur Jaringan 
Peralatan yang diperlukan dari suatu laboratorium umumnya adalah sbb.:
1. Hot plate/magnetic stirrer atau kompor
2. Peralatan gelas (gelas ukur, erlenmeyer) atau stainless steel untuk memanaskan dan melarutkan media
3. Alat sterilisasi dengan tekanan uap (autoclave)
4. pH meter
5. Timbangan (analitical dan bench top loading)
6. Gelas ukur gradual
7. Botol kultur dengan penutupnya
8. Dispenser
9. Alat diseksi (spatula, scalpel (pinset), forcep, gunting)
10. Refrigerator
11. Distiling unit atau water deionizer
12. Oven
13. Microwave
14. Mikroskop
15. Pipet ukur
16. Shaker
17. Laminar air flow
18. Disinfectant
19. Bahan kimia yang diperlukan untuk pembuatan media (Lampiran)
20. Dll.
Peralatan gelas yang digunakan di lab kultur jaringan umumnya terbuat dari Pyrex. Erlenmeyer dari berbagai ukuran (50, 125, 250, 500, 1000 atau 2000 ml) digunakan untuk wadah kultur dan pembuatan media. Tabung gelas, cawan petri, botol jam atau bekas selai juga sering digunakan sebagai botol kultur. Peralatan gelas tesebut harus tahan panas selama proses sterilisasi dengan oven atau autoclave. Peralatan gelas lain yang biasanya digunakan adalah gelas piala, gelas ukur, pipet dan labu ukur (Yusnita, 2004).
1.9.Prosedur Dasar Laboratorium 
Umumnya penggunaan operasional di lab perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan dapat dipelajari dengan mudah. Hal yang paling perlu diperhatikan adalah akurasi, kebersihan dan keamanan saat bekerja dengan teknik kultur jaringan. Penimbangan Pada saat pembuatan media, semua bahan yang ditimbang harus dilakukan dengan hati-hati meskipun untuk pembuatan media dalam skala komersial. Setiap penggunaan timbangan atau alat-alat lain harus memperhatikan instruksi dari pabrikannya (Yusnita, 2004).
Jenis timbangan yang sering digunakan di lab antara lain top-loading balance dan analytical balance yang memungkinkan akurasi penimbangan hingga skala milligram. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan agar diperoleh penimbangan yang akurat adalah (i) timbangan harus ditempatkan pada tempat yang keras, stabil, permukaannya rata yang bebas getaran dan kebocoran, (ii) daerah sekitar penimbangan harus terjaga kebersihannya, (iii) yang terpenting lagi, penimbangan jangan sampai pernah overload, (iv) penimbangan disarankan menggunakan wadah atau alas yang ringan atau kertas daripada menempatkan bahan yang ditimbang secara langsung di atas piring timbangan (Yusnita, 2004).
Pengukuran cairan/larutan Peralatan gelas yang mempunyai ukuran seperti gelas piala, erlenmeyer dan pipet diperlukan untuk pembuatan media. Gelas ukur kapasitas 10, 25, 100 dan 1000 ml banyak digunakan untuk mengukur volume, tetapi pengukuran yang lebih akurat diperlukan labu ukur dan pipet. Pengukuran larutan dengan menggunakan pipet dan labu ukur hanya akan akurat apabila bagian dasar dari cekungan antara air dan udara berada tepat pada tanda pengukuran. Penggunaan pipet harus dibantu dengan alat penghisap larutan (pipetor). Jangan pernah menggunakan mulut untuk memipet. Jenis-jenis pipetor yang umum digunakan antara lain (i) tipe bola penghisap yang dilengkapi dengan beberapa katup pengontrol, (ii) pipet penghisap yang dioperasikan menggunakan roda kecil pada bagian atas alat penghisap, (iii) alat penghisap dengan bantuan pompa udara secara elektrik. Cairan dihisap kedalam pipet dengan menekan tombol bagian atas dan melepaskan cairan dengan menekan tombol bagian bawah, (iv) pipet mikro, biasanya untuk pengambilan larutan dengan volume yang sangat kecil (mikro liter) (Yusnita, 2004).
Membersihkan peralatan gelas Metoda konvensional pencucian peralatan gelas dilakukan dengan merendam gelas dalam larutan asam kromat yang diikuti pembilasan dengan air kran dan air destilasi. Karena asam kromat dapat menyebabkan korosif, maka cara ini banyak ditinggalkan kecuali untuk peralatan gelas yang terkontaminasi tinggi. Pencucian yang lebih aman adalah dengan air panas (>70oC) + sabun, diikuti dengan pembilasan dengan air panas dan air destilasi. Peralatan gelas yang telah dicuci, dikeringkan dalam oven pada suhu 150oC dibungkus dengan aluminium foil, kemudian disimpan dalam lemari tertutup (Yusnita, 2004).
Sterilisasi Bagian yang sangat penting dalam teknik in vitro adalah sterilisasi bahan tanaman dan media dan menjaga kondisi aseptik yang telah dicapai. Bakteri dan jamur adalah dua kontaminan yang paling banyak dijumpai dalam kultur. Spora jamur sangat ringan dan ada disekeliling lingkungan. Apabila spora jamur kontak dengan media kultur dan kondisinya optimal untuk perkecambahan jamur, maka akan terjadi kontaminasi (Yusnita, 2004).
A. Sterilisasi Ruang Kultur dan Transfer
Sterilisasi ruang kultur yang paling baik adalah dilakukan dengan penggunaan sinar ultraviolet (UV). Waktu sterilisasi bervariasi tergantung dari ukuran ruang transfer itu sendiri dan harus dilakukan apabila tidak ada kegiatan dalam ruang tersebut. Radiasi UV sangat berbahaya bagi mata dan kulit. Ruang transfer dapat juga disterilisasi dengan mencuci/mengepel 1-2 kali setiap bulan dengan bahan anti jamur (fungisida) komersial. Ruang kerja dalam laminar flow biasanya sudah dilengkapi dengan lampu UV, sehingga sterilisasinya dilakukan dengan UV dan diikuti dengan membasuh/melap permukaan tempat bekerja dalam laminar dengan alkohol 95% sebelum mulai bekerja. Ruang kultur harus dibersihkan dengan sabun kemudian dilap dengan Na-hypoklorit 2% (merek komersial seperti Sunclin, Bayclin atau pembersih lantai lain yang mengandung disinfektan) atau alkohol 95%. Lantai ruangan dan dinding harus dibesihkan seminggu sekali dengan bahan yang sama (Raharja,, 1993).
B. Sterilisasi Peralatan Gelas dan Peralatan Lain
Peralatan yang terbuat dari metal, gelas, aluminium foil, dll., dapat disterilsasi dengan cara pengeringan dalam oven pada suhu 130o-170oC selama 2-4 jam. Semua peralatan tersebut harus dibungkus sebelum di oven, tetapi jangan menggunakan kertas karena akan akan terdekomposisi pada suhu 170oC. Sterilisasi dengan menggunakan autoclave tidak dsarankan untuk bahan yang erbuat dari metal karena akan menyebabkan karat.
Untuk peralatan diseksi yang akan digunakan pada ruang transfer atau laminar, setelah disterilisasi dalam oven harus direndam dahulu dalam alkohol 96% kemudian dibakar di atas lampu bunsen. Teknik ini disebut sterilisasi pembakaran (flame sterilization). Teknik ini harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena alkohol sangat mudah terbakar. Autoclave adalah metoda sterilisasi dengan menggunakan tekanan uap air. Bahan-bahan atau alat yang dapat disterilisasi dengan cara autoclave ini antara lain kapas penutup tabung, saringan dari nylon, pakaian lab, tutup plastik, peralatan gelas, pipet, air, dan media kultur. Hampir semua mikroba dapat mati bila diautoclave pada suhu 121oC dengan tekanan 15 psi selama 15-20 menit (Raharja,, 1993).
C. Sterilisasi Media 
Ada dua metoda untuk sterilisasi media yang umum digunakan, yaitu dengan autoclave dan filter membran. Media kultur, air destilasi dan campuran yang stabil dapat disterilisasi dalam autoclave dengan menggunakan wadah yang ditutup dengan kapas, aluminium foil atau plastik. Akan tetapi, larutan dari bahan-bahan yang bersifat tidak stabil (heat-labile) harus menggunakan filter. Umumnya media diautoclave pada tekanan 15 psi dengan suhu 121oC. Untuk volume larutan per wadah yang sedikit (< 100 ml), waktu yang dibutuhkan adalah 15-20 menit, tetapi untuk jumlah yang besar (2-4 liter) selama 30-40 menit. Tekanan jangan melebhi dari 20 psi karena dapat mengakibatkan dekomposisi karbohidrat dan bahan lain dalam media yang bersifat thermolabile (Raharja,, 1993).
Beberapa senyawa yang tergolong dalam kelompok protein, vitamin, asam amino, ekstrak tanama, hormon dan karbohidrat ada yang bersifat thermolabile yang mungkin akan mengakibatkan dekomposisi bila disterilisasi dengan autoclaf, sehingga harus disterilisasi dengan filter. Filter Millipore yang mempunyai porositas ± 0.2 mikron (µm) merupakan salah satu filter yang banyak digunakan untuk sterilisasi bahan yang bersifat thermolabile. Peralatan gelas yang akan menampung media yang disterilisasi dengan filter harus sudah disterilisasi dahulu dengan autoclave (Raharja,, 1993).
Media yang sebagian mengandung komponen thermolabile, dapat dibuat dengan cara: (i) larutan yang mengandung komponen heat-stable disterilisasi dengan autoclave, kemudian didinginkan sampai suhu 50o-60oC pada kondisi steril (biasanya dalam laminar), (ii) pada bagian lain dalam kondisi yang steril, larutan yang mengandung komponen besifat thermolabile disterilisasi dengan filter, (iii) kedua larutan yang sudah disterilisasi dengan metoda yang berbeda tersebut digabungkan dalam kondisi aseptic (Raharja,, 1993).
D. Sterilisasi Bahan Tanaman 
Mendapatkan bahan tanaman yang steril merupakan hal yang sulit. Meskipun bermacam tindakan pencegahan sudah dilakukan, 95% kultur akan mengalami kontaminasi apabila eksplan tidak didisinfeksi. Organ atau jaringan tanaman harus disterilisasi dengan larutan disinfektan, karena sebagai bahan biologis tidak dapat dilakukan dengan cara pemanasan yang ekstrim (Raharja,, 1993).
Tidak ada metoda yang baku untuk sterilisasi eksplan, sehingga waktu perendaman dalam larutan disinfektan merupakan kisaran karena tergantung pada jenis bahan dan tanaman yang akan disterilisasi. Larutan yang digunakan harus yang aman bagi jaringan/eksplan tetapi bersifat dapat membunuh kontaminan baik bakteri maupun jamur. Untuk tanaman berkayu, umbi dll. biasanya sebelum disterilisasi dengan larutan disinfektan harus dibersihkan dahulu dengan sabun dan dibilas dengan air mengalir, tetapi tidak untuk tanaman jenis herbaceous. Semua permukaan eksplan yang disteriliasi harus terendam dalam sterilan, dan setelahnya harus dibilas dengan akuades steril sekurang-kurangnya tiga kali (Raharja,, 1993).
Menentukan pH larutan pH larutan diukur berdasarkan konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Skala pH mulai dari 0 (sangat asam) hingga 14 (sangat basa) dan skala 7 adalah titik netral. pH dari media kultur umumnya diatur 5.7 ± 0.1 sebelum diautoclave. pH dapat memengaruhi kelarutan ion-ion di dalam media, kemampuan agar untuk menjadi gel dan selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan sel-sel. Oleh karena itu akurasi pH media menjadi faktor yang penting untk diperhatikan. Umumnya pengukuran pH media menggunakan pH meter (Raharja,, 1993).
1.10.        Media Tanam Kultur Jaringan
Salah satu kesulitan dalam kultur jaringan tanaman adalah kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan optimum sangat berbeda pada tiap spesies, sehingga tidak ada media yang dapat direkomendasikan untuk semua tanaman. Penelitian – penelitian yang intensif pada kultur jaringan selama 50 tahun terakhir telah banyak mengembangkan media, beberapa diantaranya telah digunakan secara luas dalam kultur jaringan saat ini. Media ini diberikan pada Tabel 12.1. Bahan kimia dalam media biasanya ditentukan, artinya hanya hara tertentu yang dimasukkan ke dalam media, atau media dapat juga mengandung bahan tambahan kompleks seperti air kelapa atau jus jeruk yang mengandung zat pengatur tumbuh (Priyono, 2000).
A.  Komposisi Media Kultur Jaringan
1. Hara anorganik
Media tanam harus berisi semua zat yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan. Bahan-bahan yang diramu berisi campuran garam mineral sumber unsur makro dan unsur mikro, gula , vitamin, protein, dan hormon tumbuh. media tanam dalam kultur jaringan adalah tempat untuk tumbuh eksplan. Media tanam tersebut dapat berupa larutan (cair) atau padat. Media cair berarti campuran-campuran zat kimia dengan air suling, sedangkan media padat adalah media zat cair tesebut ditambah dengan zat pemadat agar (Priyono, 2000).
2.      Hara organik
Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya. Meskipun tanaman in vitro dapat mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin mesti ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan (Priyono, 2000).
Selain bahan organik tersebut, bahan kompleks seringkali ditambahkan, termasuk ekstrak ragi, casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan lain – lain. Penambahan bahan kompleks ini menghasilkan media yang tak terdefinisi. Dengan penelitian yang cukup, semestinya bahan kompleks ini dapat diganti dengan zat tertentu, mungkin tambahan suatu vitamin atau asam amino (Priyono, 2000).
3.      Sumber karbon
Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energy bagi pertumbuhan tanaman dan juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang diperlukan untuk tumbuh (Priyono, 2000).
Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1 – 5% digunakan sebagai sumber karbon tapi sumber karbon lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan. Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien oleh tanaman dalam kultur (Priyono, 2000).
4.      Agar
Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel. Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin kadang – kadang digunakan pada lab komersial (Priyono, 2000).
Gel sintetis diketahui dapat menyebabkan hyperhidration (vitrifikasi) yang merupakan problem fisiologis yang terjadi pada kultur. Untuk mengatasi masalah ini, produk baru bernaman Agargel telah diproduksi ole Sigma. Produk ini merupakan campuran agar dan gel sintetis dan menawarkan kelebihan kedua produk sekaligus mengurangi problem vitrifikasi. Produk ini dapat dibuat di lab dengan mencampurkan 1 g Gelrite (Phytagel) dengan 4 g agar sebagai agen pengental untuk 1 L media (Priyono, 2000).
5.      pH
pH media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar tidak dapat memadat (Priyono, 2000).
6.      Zat Pengatur Tumbuh
Hormon adalah bahan organik yang disintesa pada jaringan tanaman. Hormon diperlukan dalam konsentrasi yang rendah untuk mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Banyak molekul sintetis organik yang telah dikenal memiliki aktivitas serupa hormon. Senyawa sintetis dan hormon yang secara alami ada, dikenal dengan sebutan zat pengatur tumbuh (Priyono, 2000).
Kultur jaringan merupakan manipulasi pertumbuhan tanaman dalam kondisi yang terkontrol dengan baik dan auksin serta sitokinin berperan penting dalam manipulasi ini. Kebanyakan eksplan menghasilkan sejumlah (endogenus) auksin dan sitokinin. Dalam kultur jaringan, tambahan (exogenous) zat pengatur tumbuh diberikan untuk memperoleh efek pertumbuhan. Sebagai panduan umum, auksin atau sitokinin atau keduanya ditambahkan ke dalam kultur untuk memperoleh respon pertumbuhan (Priyono, 2000).
Beberapa aspek praktis penggunaan zat pengatur tumbuh
Zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan pada media disimpan dalam gelap pada refrigerator sebagai larutan stok. Sedikit volume (misalnya 50 mL) larutan stok mengandung 1 mg mL-1 ZPT dapat disimpan untuk beberapa lama. Kestabilan zpt bervariasi: kinetin dan IAA tidak stabil pada kondisi cahaya, sehingga biasanya disimpan pada botol berwarna gelap. Juga, IAA kehilangan aktivitasnya pada larutan aqueous sehingga larutan stok IAA sebaiknya tidak disimpan dalam jangka waktu yang lama (Priyono, 2000).
De Fossard (1976) memberi detail yang sangat berguna untuk persiapan larutan stok. Secara umum, auksin harus dilarutkan dulu pada sedikit alcohol (95%) sebelum volume sebenarnya dibuat dengan penambahan air. Sitokinin harus dilarutkan terlebih dahulu pada sedikit larutan 1 N asam hydrochloric dan lalu ditambahkan air sampai volume sebenarnya (Priyono, 2000).
7. Air
Air distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab menggunakan aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan ekonomi, menggunakan air hujan, tapi ini menyebabkan sulit mengontrol kandungan bahan organik dan non-organik pada media (Priyono, 2000).
8. Faktor Lingkungan
·         Keasaman (pH)
Keasaman pH adalah nilai derazat keasaman atau kebasaan dari larutan dalam air. Keasaman (pH) suatu larutan menyatakan kadar dari ion H dalam larutan. Nilai di dalam pH berkisar antara 0 (sangat asam) sampai 14 (sangat basa), sedangkan titk netral adalah pH pada 7.
Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara pH 5,0-6,0. Bila eksplan mulai tumbuh, pH dalam lingkungan kultur jaringan tanaman umumnya akan naik apabila nutrein habis terpakai.
Pengukuran pH dapat dilakukan dengan menggunakan pH meter, atau bila menginginkan yang lebih praktis dan murah dapat digunakan kertas pH. Bila ternyata pH medium masih kurang normal, maka dapat ditambah KOH 1-2 tetes. Sedangkan apabila pH melampaui batas normal dinetralkan dengan penambahan HCL.
·         Kelembapan
Kelembapan relatif (RH) lingkungan biasanya mendekati 100%. RH sekeliling kultur mempengaruhi pola pengembangan. Jadi, pengaturan RH pada keadaan tertentu memerlukan suatu bentuk diferensiasi Khusus.
·         Cahaya
Intensitas cahaya yang rendah dapat mempertinggi embriogenesis dan organogenesis. Cahaya ultra violet dapat mendorong pertumbuhan dan pembentukan tunas dari kalus tembakau pada intesitas yang rendah.
·         Temperatur
Temperatur yang dibutuhkan untuk dapat terjadi pertumbuhan yang optimum umumnya adalah berkisar di antara 200-300C. Sedangkan temperatur yang optimum untuk pertumbuhan kalus endosperm adalah sekitas 250C (Priyono, 2000).
A. Metode Cair (Liquid Metho)
Penggunaan metode cair ini kurang praktis dibandingkan dengan metode padat, karena untuk menumbuhkan kalus langsung dari ekspaln sangat sulit sehingga keberhasilannya sangat kecil dan hana tanaman-tanaman tertentu yang dapat berhasil. Oleh karena itu, penggunaan media cair lebih ditekankan untuk suspensi sel, yaitu untuk menumbuhkan plb (prtocorm like bodies). Dari protokormus ini nantinya dapat tumbuh menjadi planlet apabila dipindahkan kedalam media padat yang sesuai (Priyono, 2000).
Pembuatan media cair jauh lebih cepat daripada media padat, karena kita tidak perlu memanaskannya untuk melarutkan agar-agar. Media cair juga tidak memerlukan zat pemadat sehingga keadaannya tetap berupa larutan nutrein (Priyono, 2000).
B. Metode Padat (Solid Method)
Metode pada dilakukan dengan tujuan mendapatkan kalus dan kemudian dengan medium diferensiasi yang berguna untuk menumbuhkan akar dan tunas sehingga kalus dapat tumbuh menjadi planlet. Media padat adalah media yang mengandung semua komponen kimia yang dibutuhkan oleh tanaman dan kemudian dipadatkan dengan menambahkan zat pemadat. Zat pemadat tersebut dapat berupa agar-agar batangan, agar-agar bubuk, atau agar-agar kemasan kaleng yang yang memang khusus digunakan untuk media padat untuk kultur jaringan (Priyono, 2000).
Media yang terlalu padat akan mengakibatkan akar sukar tumbuh, sebab akar sulit untuk menembus ke dalam media. Sedangkan media yang terlalu lembek akan menyebabkan kegagalan dalam pekerjaan. Kegagalan dapat berupa tenggelamnya eksplan yang ditanam. Eksplan yang tenggelam tidak akan dapat tumbuh menjadi kalus, karena tempat area kalus yaitu pada irisan (jaringan yang luka) tertutup oleh medium (Priyono, 2000).
Metode padat dapat digunakan untuk metode kloning, untuk menumbuhkan protoplas stelah diisolasikan, untuk menumbuhkan planlet dari protokormus stelah dipindahkan dari suspensi sel, dan untuk menumbuhkan planlet dari prtoplas yang sudah difusikan (digabungkan) (Priyono, 2000).
1.11. Pembuatan Larutan Stok  Hara Makro dan MikroS
            Pembuatan larutan stok dikelompokkan menjadi : stok hara makro, stok hara mikro, stok fe, stok vitamin dan stok hormon. Larutan stok sebaiknya disimpan di freezer bagian yang gelap dan digunakan dalam selang waktu yang tidak terlalu lama (hormone maksimal 1 bulan dan hara maksimal 2 bulan). Sebagai contoh misalnya kita hendak membuat media dasar Murashige-Skoog atau MS (Santoso, 2001).
             Larutan stok bisa dibuat dengan konsentrasi 10, 100, atau bahkan 1000 kali lebih pekat. Larutan stok sebaiknya disimpan dalam ruang gelap dan bersuhu rendah, karena ada beberapa bahan yang tidak tahan suhu tinggi dan cahaya. Stok vitamin tidak dapat disimpan terlalu lama, bisa dibuat untuk digunakan dalam 1-2 minggu. Stok hormon dapat disimpan dapat disimpan antara 2-4 minggu, sedangkan stok hara dapat disimpan 4-6 minggu. Larutan stok yang sudah tersimpan lama biasanya mengendap dan ditumbuhi mikroorganisme ini sudah tidak dapat digunakan lagi. Oleh sebab itu kondisi tempat simpan dan wadah larutan harus diusahakan sesteril mungkin. Dengan adanya larutan stok, pembuatan media selanjutnya dilakukan hanya dengan teknik pengenceran dan pencampuran  saja (Priyono, 2000).
Stok Hara Makro
Hara makro kebutuhannya relatif besar sehingga akan lebih baik bila masing-masing dibuat sebagai stok tunggal. Hal tersebut juga sekaligus untuk menghindari terjadinya proses pengendapan bahan akibat  bercampurnya beberapa hara makro yang mempunyai jenis anion yang berbeda. Stok hara makro meliputi :
1.      Stok NH4NO3, misalnya dibuat 10 kali dalam volume 100 ml. Maka timbang senyawa NH4NO3 sebanyak 16.50 gram. Bahan tersebut dimasukkan ke dalam gelas piala 200 ml yang telah diisi aquades sebanyak 70 ml dan selanjutnya diaduk hingga larut. Setelah itu tuang dalam labu ukur dan tambahkan sejumlah aquades hingga volumenya tepat 100 ml baru pindah ke dalam erlemeyer. Untuk tiap satu liter media dibutuhkan stok ini 10 ml.
2.       Stok KNO3, misalnya dibuat 10 kali dalam volume 100 ml. Timbang senyawa KNO3 sebanyak 19 gram kemudian dilarutkan dalam gelas piala 200 ml yang telah diisi 70 ml aquades dan selanjutnya diaduk hingga rata. Setelah itu tuang dalam labu ukur dan tambahkan aquades hingga volumenya tepat 100 ml baru pindah ke erlemeyer. Untuk tiap satu liter media dibutuhkan stok ini 10 ml.
3.      Stok CaCl2.2H2O, misalnya dibuat juga 10 kali dalam 100 ml. Timbang senyawa KNO3 sebanyak 4.40 gram kemudian dilarutkan dalam gelas piala 200 ml yang telah diisi 70 ml aquades dan selanjutnya diaduk hingga rata. Setelah itu tuang dalam labu ukur dan tambahkan aquades hingga volumenya tepat 100 ml baru pindah ke erlemeyer. Untuk tiap satu liter media dibutuhkan stok ini 10 ml.
4.      Stok MgSO4.7H2O dan KH2PO4, misalnya dibuat juga 10 kali dalam 100 ml. Maka ditimbang senyawa MgSO4.7H2O sebanyak 3.70 gram dan KH2PO4, sebanyak 1.70 gram kemudian dilarutkan dalam gelas piala 200 ml yang telah diisi 70 ml aquades dan selanjutnya diaduk hingga rata. Setelah itu tuang dalam labu ukur dan tambahkan aquades hingga volumenya tepat 100 ml baru pindah ke erlemeyer. Untuk tiap satu liter media dibutuhkan stok ini 10 ml (Santoso, 2001).
A.    Stok Hara Mikro
Kebutuhan hara mikro jumlahnya sangat sedikit di media kultur jaringan. Untuk media MS misalnya kebutuhannya yang paling sedikit adalah 0.025 mg dan yang paling banyak adalah 22.3 mg untuk tiap satu liter. Praktis untuk memudahkan biasanya larutan larutan stok hara mikro yang kebutuhannya sangat sedikit itu dibuat stok beberapa kali besar. Misaknya dibuat stok 100 kali konsentrasinya saja maka bahan ada bahan yang harus ditimbang seberat 2.5 mg yaitu CoCl.6H2O dan CuSO4.5H2O. Maka bila di laboratorium tidak tersedia timbangan analitik yang mampu menimbang ditempat lain (Santoso, 2001).
Untuk stok hara mikro tidak seperti stok hara makro dipisah per unsur mikro, melainkan dapat sekaligus dicampur dala satu larutan stok. Adapun cara untuk membuat stok campuran hara mikro tersebut adalah sebagai berikut:
  Stok Campuran
·         Pertama-tama bahan yang diperlukan sebagai sumber unsur mikro ditimbang dengan timbangan analitik, adapun jumlahnya adalah sebagai berikut :
1.  Kl                           83.0     mg
2. H3BO3                               620.0   mg
3. MnSO4 H2O                        1690.0 mg
4. ZnSO4.7H2O           860.0   mg
5. CuSO4.5H2O           2.5       mg
6. CoCl2.6H2O                        2.5       mg
·         Satu per satu bahan yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam gelas piala 1 liter yang telah diisi 700 ml aquades. Agar stok yang di buat bagus hasilnya, setiap memasukkan sterrer atau diaduk hingga larut, lalu disusul masukan bahan berikutnya.
·         Setelah semua bahan stok hara mikro larut, selanjutnya dimasukkan kedalam gelas piala dan kedalamnya ditambahkan aquades hingga volume tepat. Kemudian pindahkan dalam erlemeyer dan siap disimpan pada suhu kamar.
·         Tiap membuat 1 liter media dibutuhkan 10 ml bahan dari stok ini.

Stok FeSO4.7H2O dan Na2 EDTA
            Stok untuk bahan ini terpisah dari unsur hara mikro lainnya, stok ini adalah chelating agents yang memungkinkan hara mikro mudah dimamfaatkan tanaman. Misalnya dibuat juga 10 kali dalam volume 100 ml. maka ditimbang senyawa FeSO4.7H2O sebanyak 28 mg dan Na2 EDTA sebanyak 373 mg kemudian dilarutkan dengan aquades masing-masing 35 ml secara terpisah terlebih dahulu, untuk Na2 EDTA agar cepat larut dibantu dengan pemanasan, setelah larut kemudian dicampur dalam erlnemeyer 200 ml hingga volume menjadi 70 ml dan selanjutnya diaduk hingga rata. Dengan menggunakan labu ukur gunakan 30 ml aquades untuk mencuci erlenmeyer yang untuk melarutkan 2 senyawa tadi dan selanjutnya yuang ke dalam erlenmeyer sehingga volume tepat 100 ml. Untuk tiap satu liter media dibutuhkan dari stok ini 10 ml (Santoso, 2001).
Stok Vitamin
Vitamin merupakan bahan yang juga diperlukan sedikit dalam media kultur jaringan. Sifat vitamin sebagai bahan organic umumnya adalah termolabil atau mudah rusak karena panas yang tinggi. Juga mudah rusak bila terkena cahaya dan mudah rusak dalam penyimpanan terutama bila distok dalam larutan. Oleh karena itu vitamin distok dalam jumlah yang relatif kecil agar cepat habis dipakai serta harus disimpan di dalam almari es. Stok vitamin dapat dibuat secara terpisah atau campuran. Misalnya, Myo-inositol yang dibutuhkan dalam media MS dan kebutuhannya relatif lebih besar di banding yang lain, maka dapat saja setiap membuat media baru menimbang atau dapat juga dibuat stok tersendiri. Pembuatan stok dapat beberapa kali hingga 100 kali, yang perlu diingat dalam 1 liter media MS diperlukan sebanyak 100 mg (Santoso, 2001).

Stok Zat Pengatur Tumbuh
            Membuat larutan stok zat pengatur tumbuh sedikit berbeda dengan membuat larutan stok hara atau vitamin yang mudah larut hanya dengan aquades. Untuk zat pengatur tumbuh diperlukan asam atau basa dan kadang pemanasan sebagai cara mempercepat larutnya bahan kalau zat pengatur tumbuhnya bersifat asam maka pelarutnya basa (NaOH IN) misalnya : IAA, NAA, IBA, 2,4-D. Sedangkan bila basa maka pelarutnya adalah asam (HCL 1 N) misalnya dari golongan Sitokinin. Sebagai contoh misalnya dibuat larutan stok zat pengatur tumbuh dengan kepekatan 1 mg/ml sebanyak 100 ml (Santoso, 2001).     
2.12. Pembuatan Medium Murashige-Soog (MS)
            Hal terpenting sebelum melakukan preparasi media atau membuat media terlebih dahulu harus diketahui media apa yang akan di buat. Pilihan media sangat penting dilakukan berdasarkan kesamaan atau kedekatan apa yang dikultur, teknik, atau sfesifikasi lain yang tentunya atas rujukan pustaka. Umumnya pilihan akan jatuh pada media dasar tertentu yang sudah cukup mantap, seperti : MS,B5, Vacin, Went,White, Kuzdson, Knop, M51 dan lain-lain. Peneliti tinggal memodifikasi unsur mikro, makro, vitamin, zat pengatur tumbuh atau bahan-bahan lainnya (Santoso, 2001).
            Media Murashige & skoog (media MS) merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+ . Kandungan N ini, lima kali lebih tinggio dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. unsur makro lainnya konsentrasi dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS, sehingga dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut (Gunawan, 1995).
Table 1. Komposisi media Murashige dan Skoog (MS)
Komponen
Komposisi (mg/l)
Unsur makro
KH2PO4
NH4NO3
KNO3
CaCl2 2H2O
MgSO4 7H2O
Unsur mikro
Kl
H3BO3
MnSO4 4H2O
ZnSO4 7H2O
Na2SO4 2H2O
CuSO4 5H2O
COCl2 6H2O
Na2EDTA
FeSO4 7H2O
Vitamin
Tiamin HCl
Asam mikotinat
Piridoksin HCl
Gilisin
Mioinositol
Sukrosa
Agar

170
1.650
1900
440
370

0.830
6.200
22.300
8.600
0.250
0.250
0.250
37.300
27.800

0.100
0.500
0.500
2.000
100.000
30.000
8.000
Setelah larutan stok tersedia maka tata cara pembuatan media selanjutnya adalah pengenceran hingga volume media yang dikehendaki, peneraan dan pengatur pH, pemanasan, pembagian pada botol kultur, sterilisasi. Sebagai contoh bila media MS yang akan dibuat, maka salah satu cara pembuatannya seperti disarankan oleh Gamborg san Shyluk (1981), Gamborg (1982), yaitu :
·         Timbang satu persatu NH4 NO3 (1650 mg/liter), KNO3 (1900 mg), MgSO4 7H2O (370 mg), NH4NO3 (170 mg), dan Na2FeEDTA. 2H2O (43 mg), kemudian larutkan dalam gelas piala yang berisi 400 ml aquades.
·         Timbanng dan larutkan kedalamnya 30 g sukrosa.
·         Tambahkan 2..9 ml Calsium chloride dari larutan stok 150 g/liter.
·         Tambahkan unsur mikro sebesar 1 ml dari larutan stok 100 kali dalam 100 ml volume.
·         Tambahkan Potassium lodide1 ml dari larutan stok 83 mg dalam 100 ml
·         Tambahkan hormone yang digunakan.
·         Tambahkan vitamin 1 ml dari larutan stok 100 kali dalam 100 ml, kemudian jadikan volume larutan menjadi 800 ml Tera dan atur pH larutan pada pH 5.6 – 5.8, selanjutnya tepatkan larutan menjadi 1 liter.
·         Bagi larutan menjadi 2 masing-masing 500 ml, tambahkan 3-4 g agar dan panaskan serta diaduk.
·         Setelah itu dinginkan dan bagi ke dalam botol-botol kultur dan siap disterilisasi (Santoso, 2001).
2.13. Pengambilan dan Penanaman Eksplan
            Sebelum mulai kerja, lebih dulu dilakukan sterilisasi terhadap alat-alat dan tempat kerja. Alat-alat kerja berupa botol dan sebagainya dapat disterilkan dalam autoklaf. Setelah alat-alat menjadi steril, benda itu disimpan di tempat yang aman dan steril. Benda-benda ini baru dikeluarkan setelah akan dipergunakan nanti. Tempat kerja yang perlu disterilkan dapat disemprot dengan formalin. Bagian dalam entkas pun disterilkan juga dengan formalin. Tahapan-tahapan dalam pengambilan eksplan adalah sebagai berikut :
1.      Eksplan diambil dari bagian tanaman yang sedang galak-galaknya tumbuh, misalnya tunas muda, baik tunas pucuk, tunas di ketiak daun atau ujung akar.
2.      Tunas tersebut disterilkan dua kali. Bahan sterilisasi dapat berupa larutan kalsium hipoklorit 5% lalu dibilas beberapa kali dengan aquadestilata steril beberapa kali.
3.      Bahan eksplan yang sudah steril ini dibawa ke dalam entkas atau Laminar air flow, dikupas selaput luar yang membungkusnya lalu disterilkan sekali lagi menurut cara yang sama.
4.      Bahan yang telah disterilkan dua kali ini dimasukkan ke dalam media tanam steril. Umumnya untuk tahap pertama eksplan ditanam dalam media cair.
Dalam meja penggojok, botol-botol Erlenmeyer berisi eksplan dalam media cair akan tergojok sehingga cairan beserta eksplan selalu bergoyang-goyang. Penggojokan ini amat penting, sebab :
·         Dapat menggiatkan kontak antara permukaan jaringan eksplan dengan bahan media, sehingga peresapan zat makanan lebih giat.
·         Menjamin pertukaran udara sehingga udara dapat masuk ke dalam media.
·         Dengan digojok, penyebaran bahan-bahan makanan dalam media akan tetap merata.
·         Meransang putusnya plb (Protocorm Like Body) yang terbenruk.
Dalam media cair ini, eksplan akan berkembang menjadi tonjolan-tonjolan yang membentuk plb. Plb akan lepas. Plb-plb ini dapat dipindah kedalam media cair untuk menghasilkan plb baru, atau dipindah ke dalam media padat agar tumbuh dan menghasilkan tumbuhan kecil-kecil (plantlet). Pemindahan plb dari media yang satu ke media yang lain untuk menghasilkan plb baru, dalam waktu singkat dapat dihasilkan sejumlah besar plb, yang nantinya dapat dipacu untuk tumbuh menjadi tumbuhan baru dalam jumlah besar (Rahardja, 1994).
2.      Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara memperbanyak tanaman sambung nyawa (Gynura Procumbens Back)  melalui kultur jaringan.
3.      Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 25 September-6 November 2010 pada pukul 10.00-12.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Bajarbaru.
No
Hari dan Tanggal Kegiatan
Kegiatan Praktikum
1.
25 September 2010
Pengenalan ruang, alat dan bahan di laboratorium kultur jaringan
2.
2 Oktober 2010
Pembuatan larutan stok hara makro
3.
9 Oktober 2010
Pembuatan larutan MS
4.
16 Oktober 2010
Pembuatan sterilan
5.
21 Oktober 2010
Penaburan
6.
33 Oktober 2010
Pengamatan
7.
30 Oktober 2010
Pengamatan
8.
6 November 2010
Destruksi

4.      Metode Praktikums
-          Pembuatan Larutan Stok Hara
            Alat-alat yang digunakan dalamm pembuatan lautan stok hara makro adalah timbangan/neraca analitik, corong, labu ukur 1000 ml, erlenmeyer, beker glass, gelas ukur, pipet, gelas pengaduk, corong, pipet ukur, kertal label, karet gelang, dan botol tempat penyimpan larutan stok, serta aluminium foil sebagai penutup botol.
            Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan larutan stok hara makro adalah aquadest, KNO3, NH4NO3, CaCl2.2H2O, MgSO4.7H2O, dan KH2PO4.
Stok Hara Makro
1.      Bahan-bahan kimia makronutrien ditimbang dengan neraca analitik sebagai berikut :
-          KNO3                          = 1900 mg/l x 20=38 gram
-          NH4NO3                     =1650 mg/l x 20=33 gram
-          CaCl2.2H2O          = 440 mg/l x 20=8,8 gram
-          MgSO4.7H2O        = 370 mg/l x 20=7,4 gram
-          KH2PO4                      =170 mg/l x 20=3,4 gram
Larutan makro = 1000 ml (1000/20=50 ml)
2.      Bahan-bahan yang sudah ditimbang, dimasukkan ke dalam erlenmeyer volume 1000 ml yang telah berisi 700 ml aquades.
3.      Bahan-bahan tersebut dilarutkan dengan menggoyang-goyangkan erlenmeyer
4.      Setelah semua hara makro larut, ditera dengan aquades hingga 1000 ml
5.      Masukkan ke dalam botol tempat penyimpanan larutan stok lalu ditutup dengan aluminium foil dan diikat dengan karet, kemudian diberi label dan tanggal pembuatan.
-          Pembuatan Media MS
            Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan media MS adalah pH meter, kertas pH, timbangan analitik, hot plate stirrer, autoklaf, labu ukur 1000 ml, erlenmeyer, beker glass, gelas ukur, pipet, gelas pengaduk, corong, pipet ukur, dan 60 botol selai sebagai botol kultur serta aluminium foil sebagai penutup botol kultur.
            Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan media MS adalah larutan stok hara makro, larutan hara mikro, stok Fe.EDTA, stok Myo-Inositol, stok vitamin, zpt, gula/sukrosa, aquades dan agar-agar.
-          Pembuatan Sterilan
a.       Sterilisasi eksplan di luar Laminer Air Flow dan persiapan peralatan
1)      Persiapan sterilisasi eksplan di luar Laminer Air Flow Cabinet
-          Daun sambung nyawa sebagai eksplan direndam di dalam mangkuk yang berisi air dan deterjen.
-          Dielus-elus seluruh daun dan bagian daun dengan lembut selama 5 menit.
-          Dibilas seluruh daun dengan air mengalir.
-          Seluruh daun dimsukkan ke dalam botol selai kemudian diisi dithane 0,2% dan digojok dishaker selama 30 menit.
-          Kemudian dithane dibuang dan diganti dengan agrept 0,2% selama 30 menit di shaker.
b.      Sterilisasi eksplan dalam Laminer Air Flow Cabinet
-          Daun sambung nyawa (eksplan) yang telah digojok dengan agreft 0,2% dibawa kedalam Laminer Air Flow Cabinet
-          Daun sambung nyawa (eksplan) di pindah ke dalam botol yang lain berisi aquadest steril dan di gojog selama ± 3 menit, dibuang
-          Diganti dengan alkohol 70% dan digojog selama 3 menit, dibuang
-          Diganti dengan aquadest steril dan digojog selama 3 menit, dibuang
-          Diganti dengan bayclin 10% dan digojog selama 7 menit, dibuang
-           Diganti dengan aquadest steril dan digojog selama 5 menit, dibuang
-          Diganti dengan aquadest steril lagi dan digojog selama 5 menit, dibuang
-          Diganti dengan aquadest steril dan ditambahkan betadhine lalu digojog selama 5 menit, dibuang
-          Daun sambung nyawa (eksplan) dipotong berbentuk silinder kemudian dilukai.
c.       Penaburan/penanaman
            Sebelum bekerja pada ruang penaburan ada hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
1.      Matikan lampu Ultra Violet (UV) pada saat bekerja karena dapat membahayakan kesehatan
2.      Sterilisasikan Laminer Air Flow dengan alkohol 70% pada alat ini
3.      Lepas semua perhiasan tangan seperti cincin, jam tangan, gelang dan sebagainya.
4.      Gunakan jas laboratorium dan masker yang bersih selama bekerja di ruang steril.
            Dalam penaburan/penanaman, sedapat mungkin dihindari tangan yang lalu lalang di atas eksplan steril yang terbuka atau media yang terbuka
-          Alat-alat lampu alkohol diletakkan agak disebelah kanan. Lampu alkohol diusahakan tidak terlalu dekat dengan wadah alkohol maupun filter.
-          Sebelum mengambil bahan tanaman/eksplan (potongan daun sambung nyawa), pinset dicelupkan ke dalam alkohol 70% kemudian dibakar sampai alkohol yang melekat di pinset terbakar habis. Setelah didinginkan dengan cara meletakkannya di atas cawan petri steril.
-          Media tumbuh disiapkan. Tutupnya (aluminium foil) dibuka dengan hati-hati supaya bagian dalam tutup (aluminium foil) tidak tersentuh. Tutup tersebut diletakkan di bagian kiri tempat kerja, dalam keadaan bagian dalamnya menghadap ke atas (dalam keadaan terlentang).
-           Botol dipegang dengan tangan kiri dalam keadaan miring. Mulut botol dibakar diatas api alkohol. Ketika membakar mulut botol diputar dengan titik tengah lingkarnya sebagai poros agar seluruh bagian mulut botol terkena api secara merata. Pemutarannya dilakukan dengan hati-hati secara perlahan-lahan.
-          Dengan pinset steril yang sudah dingin, eksplan diambil dan dimasukkan ke dalam media.
-          Sebelum ditutup, mulut botol dan bagian dalam tutupnya (jika menggunakan aluminium foil) sebaiknya dibakar dulu.
-          Tutup botol dikencangkan dengan menggunakan karet gelang.
-          Label ditulis kemudian ditempelkan pada tutup. Label ini berisi jenis tanaman, bagian tanaman, nama media dan tanggal penanaman.
-          Penaburan
            Alat-alat yang digunakan dalam pra-penaburan (di luar LAF) adalah mangkuk kecil, shaker, 1 botol selai sebagai wadah eksplan, sedangkan alat-alat yang digunakan dalam penaburan (di dalam LAF) adalah masker, arloji, laminar air flow, 2 botol kultur, 2 botol selai sebagai wadah pembuangan larutan, lampu bunsen, pinset, pisau tajam, cawan petri, kertas tissue, kertas label, plester sebagai perekat, sprayer berisi alkohol 70%.
            Bahan-bahan yang digunakan dalam pra-penaburan adalah daun sambung nyawa sebagai eksplan, air, deterjen/tween 20, larutan stok dithane 0,2%, larutan stok agrefth 0,2%, sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penaburan adalah larutan stok dithane 0,2%, larutan stok agrefth 0,2%, aquades steril, alkohol 70%, bayclin 10%, dan aquadest steril+bethadine.



BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.      Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Minggu Pertama
1.       
Pada botol 1 masing-masing berisikan dua lembar daun sambung nyawa sebagai eksplan yaitu tidak terlihat perubahan (stagnan/tetap). Warna daun tetap hijau seperti warna awal normal, tidak ada respon (berupa lengkungan), dan tidak terdapat adanya kontaminasi.
2.       
Pada botol 2 masing-masing berisikan dua lembar daun sambung nyawa sebagai eksplan yaitu tidak terlihat perubahan (stagnan/tetap). Warna daun tetap hijau seperti warna awal normal, tidak ada respon (berupa lengkungan), dan tidak terdapat adanya kontaminasi.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Minggu Kedua
1.       
Pada botol 1, terdiri dari dua lembar eksplan dengan lembaran daun yang hampir semua bagian daun yang terkontaminasi bakteri.
2.       
Pada botol 1, terdiri dari dua lembar eksplan dengan lembaran daun yang hampir semua bagian daun yang terkontaminasi bakteri.

2.      Pembahasan
            Kontaminasi pada bahan tanaman yang dikulturkan dapat terjadi karena adanya infeksi secara eksternal maupun internal.  Usaha pencegahan kontaminasi eksternal dilakukan dengan sterilisasi permukaan bahan tanaman.  Infeksi internal tidak dapat dihilangkan dengan sterilisasi permukaan.
            Pada percobaan ini terjadi kontaminasi 100 % pada karena beberapa faktor, antara lain eksplan.  Eksplan  yang mengandung atau terinfeksi bakteri akan menyebabkan kontaminasi pada tahap pertumbuhan.  Meskipun pada masa awal setelah penaburan tidak terjadi kontaminasi, 1 minggu berikutnya pertumbuhan bakteri terlihat. 
            Selain itu, faktor sterilitas ruangan juga  sangat menentukan  terhadap kontaminasi.  Ruangan yang sudah steril dapat saja berubah menjadi tidak steril pada saat musim hujan, sehingga dapat membawa masuknya bakteri dari luar, serta dapat meningkatkan kelembaban yang akan mempercepat perkembangan mikroorganisme. Pengambilan tanamans sebagai eksplan harus dilakukan  dalam ruang steril (aseptik) agar tidak terkontaminasi.
            Kontaminasi disebabkan oleh bakteri, kontaminasi oleh bakteri, pada eksplan
terlihat lendir berwarna kuning sebagian lagi melekat pada media  membentuk gumpalan yang basah. 
            Bakteri menurut Setiyoko (1995), yang mungkin berasal dari laboratorium adalah bakteri gram positif. 
           







s
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1.  Kesimpulan
            Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1.      Tahapan-tahapan dalam kultur jaringan di antaranya adalah pembuatan larutan stokk dan pembuatan media MS.
2.      Pembagian ruang kultur jaringan terbagi menjadi 3, yaitu ruang tidak steril, ruang tidak mutlak steril dan ruang mutlak steril.
3.      Sterilisasi peralatan dan bahan media terbagi menjadi sterilisasi kering (dalam oven) dan sterilisasi basah (dalam autoklaf).
4.      Penggunaan larutan stok adalah untuk menghemat pekerjaan menimbang bahan yang berulang-ulang setiap kali membuat media.
5.      Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara menyesuaikan dengan kondisi alaminya. Contoh tanaman yang diperbanyak secara kultur jaringan pada praktikum kali ini adalah tanaman sambung nyawa (Gynura Procumbens Back) yang merupakan tanaman herba.
6.      Kontaminasi pada bahan tanaman yang dikulturkan dapat terjadi karena  adanya infeksi secara eksternal maupun internal.
3.2. Saran
            Saran paraktikan dalam praktikum ini adalah sebaiknya lebih diperhatikan tahapan-tahapan kultur jaringan yang dilakukan meliputi, pembuatan media, pengambilan eksplan (inisiasi) sterilisasi eksplan, penanaman, sub kultur, hingga aklimitasi. Keberhasilan budidaya jaringan tanaman sangat dipengaruhi oleh media tanamnya yang sesuai bagi pertumbuhan eksplan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, 2006, http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20081029045234AAwuqCD di akses tanggal 13 november 2010.
Anonym, 2010 http://id.wikipedia.org/wiki/Kultur_jaringan di akses tanggal 13 november 2010.
Gunawan, L.W. 1990.  Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan.  Laboratorium Kultur Jaringan.  Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi.  IPB.  Bogor.  P.  304.
Gunawan, L.W. 1992. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.
Gunawan, L.W. 1995. Teknik Kultr In Vitro dalam Holtikultur. Penebar Swadaya. Jakarta.  
Hameed N, Shabbir A, Ali A, Bajwa R. 2006. In vitro micropropagation of disease free rose (Rosa indica L.). Mycopath 4:35-38.
Priyono, D. Suhandi, dan Matsaleh.  2000.  Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh IAA dan 2-IP pada Kultur Jaringan Bakal Buah Pisang.  Jurnal Hortikultura.  10 (3) :  183 – 190.   
Raharja, P.D. 1993. Kultur Jaringan: Teknik perbanyakan tanaman secara modern. Penebar Swadaya, Jakarta. 53 hlm.
Rahardja, P.C. 1994. Kultur Jaringan Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modert. Penebar Swadaya. Jakarta.
Santoso, U. Dan F. Nursandi. 2001. Kultur Jaringan Tanaman. Malang.
Sriyanti, D.P. dan A.Wijayani.  1994.  Teknik Kultur Jaringan.  Yayasan Kansius.   Yogyakarta.  Hal.  18, 54, 57, 63, 67, 69, 82-83.
Wetherell, D.F. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In vitro. Avery Publishing Group Inc., Wayne, New Jersey.
Yusnita. 2004. Kultur Jaringan: Cara memperbanyak tanaman secara efisien. Agromedia Pustaka, Jakarta. 105 hlm.



LAPORAN KULTUR JARINGAN


 

           






Oleh
EKA SAFITRI DAMAYANTI
E1A108041






FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2010
DAFTAR ISI
Nomor                                                                                                                    Halaman
       I.            DAFTAR ISI..........................................................................            ................        i
    II.            PENDAHULUAN………………………………….            ............................        1
Dasar Teori…………………………........................................          1
 III.            BAHAN DAN METODE………………………..............................            ....        6
Bahan dan alat…………………………………………............        6
Waktu dan tempat…………………………………...................       6
Prosedur kerja.......…………………………………...................       7
 IV.            HASIL DAN PEMBAHASAN………………….............................            .....       9
Hasil……………………………………………........................        9
Pembahasan…………………………………….........................       9
    V.            KESIMPULAN DAN SARAN………………….................................        11
Kesimpulan……………………………………….....................        11
Saran…………………………………………….......................        11
 VI.            DAFTAR PUSTAKA            ........................................................................            12       
           








DAFTAR TABEL
Nomor                                                                                                                    Halaman
I.            Tabel pengamatan proses browning.................………… ..................                  9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar